Assalamu’alaikum!
Pandemi coronavirus yang sukses membuat satu dunia menghentikan sementara aktivitasnya membuatku tersadar akan satu hal; ketimpangan ekonomi di masyarakat. Nggak terhitung berapa banyak pekerja harian dan industri yang terpengaruh oleh jalanan yang makin sepi, institusi pendidikan yang diliburkan, dan acara-acara yang ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Cerita pendek (yang sebenarnya nggak begitu pendek, sudah menyentuh sembilan halaman A4 di Word-ku) ini aku dedikasikan untuk para orang tua yang sibuk memutar otak, berusaha memenuhi kebutuhan keluarga walau sumber pendapatan utama berkurang drastis bahkan lenyap tak bersisa. Aku dedikasikan pula cerita ini untuk para anak, yang sering tidak memahami keputusan finansial yang dibuat orang tua mereka dan memendam rasa muak dalam-dalam di hati, namun saat ingin melontarkan tuntutan, wajah lelah Ayah Ibu setelah seharian membanting tulang muncul di ingatan. Aku berharap, kita semua selalu dapat menemukan kebahagiaan. Baik itu di tengah kamar hotel deluxe tempat sekeluarga bercengkerama menghabiskan liburan musim panas, atau di rumah petak sempit berkamar satu tempat Ayah memberikan semangkuk es putar hasil menabung sejak minggu lalu untuk anak-anaknya.
Sudah nyaris tiga tahun aku nggak menyentuh aplikasi Word untuk merangkai kata dan meramu dunia versi imajiku sendiri. Aku sempat insecure parah, menyadari bahwa pengetahuan kosakataku mandeg dan kemampuan mengembangkan plot belum berkembang sejak 2017. Tapi, ya sudahlah, aku memasang muka tebal saja dan melepaskan anakku paling anyar supaya dapat dibaca oleh khalayak.
Enjoy!